Jumat, 20 Juli 2018

"Aku Telah Menzalimi Anak Tomat"


By
Mujiburrahman Al-Markazy

Pagi itu, setelah melakukan zikir pagi. Biasanya saya lakukan ketika selesai sholat Subuh. Jika tidak ada lagi kawan diskusi, maka lantunan zikir secara perlahan menghiasi hati. Setelah kurang lebih 90 atau 100 menit setelah azan subuh dikumandangkan, saya tunaikan sholat Isyroq. Sholat sunnah jenis ini secara nama hanya dikenal dalam mazhab Hanafi. Silahkan buka kitab Riyadu Sholihin karya Imam An Nawawi, maka kamu tidak akan temukan nama sholat sunnah Isyroq di situ. Padahal itu kitab salah satu panduan dalam mazhab Syafi'i. Sebenarnya secara jenis sholat, ada tapi namanya awal Dhuha. Maksudnya, kalau kita mau sholat Dhuha sudah boleh walaupun bukan waktu yang afdhal. 

Yah, sudahlah bukan itu yang akan saya ceritakan. Setelah Sholat Isyroq, saya langsung mengelilingi masjid, maksudnya jalan-jalan bukan tawaf yah. Nanti salah sangka lagi. Hehe. 

Kebetulan kediaman saya sekarang bersebelahan dengan masjid. Tepatnya 15 meteran. Mata saya tertoleh ke tumpukan gelas air mineral yang 2 hari lalu sempat saya kemas dan rapikan. 
"Astagfirullah, anak tomat yang saya pindahkan kemarin dulu itu, satu pohonnya tewas." Apa pasal. Oh saya baru teringat bahwa, kemarin setelah bekam salah satu kawan yang sakit. Saya lupa untuk menyiram tanaman tersebut. 

Saya telah melakukan pembibitan sejak 10 hari yang lalu, ketika masih deras diguyur hujan bumi 'konasara', Konawe Utara. Saya mendiami bumi konasara ini baru sekitar 3 minggu yang lalu. Setelah melihat pekarangan masjid yang luas. Bunga yang diisi pada pot bunga juga sudah pada 'layu'. "Kasihan tidak terurus." Batinku. Pembibitan mulai saya lakukan. Sebenarnya, saya ingin mengisi dengan bibit kol, tomat, cabe dan sebagainya. Tapi, apalah daya bibit di wilayah inipun sangat terbatas. Bermodalkan satu sachet bibit tomat. Ku taburi wadah pot bunga yang telah tersia-siakan itu. 

Setelah sekitar 1 atau 2 sentimeter bibit tomat itu tumbuh. Ku pindahkan ke tempat yang terpisah agar tidak terlalu rapat. Dikhawatirkan, kalau terlalu rapat, maka tanaman akan sulit untuk berkembang. Bahkan, condong akan mati. Ku ingin langsung memindahkan ke pot yang besar itu. Pot yang saya maksud adalah kotak persegi panjang berukuran sekitar 60 cm x 200 cm. Wow, gede banget. Maka, demi penataan yang rapi nantinya. Saya putuskan untuk tidak diletakkan pada pot raksasa itu dulu. Saya pindahkan ke tempat semi persemaian berikutnya. 

Yah, demi memanfaatkan gelas air mineral yang telah berserakan. Ku putuskan untuk mentransitkan bayi tomat itu terlebih dahulu di situ, pot mungil. Saya berencana jika telah tumbuh sekitar 50 sentimeter, maka tomat anakan itu akan saya poskan pada pot gede tersebut. 

Beberapa telah saya pindahkan. Dikarenakan sedikit kerepotan menerapi kawan yang sakit sehingga, hampir tiba waktu azan Magrib berkumandang. Hati kecil saya mengingatkan, "itu bayi tomat yang kamu pindahkan, tolong disiram". 
"Yah", batin saya mengiyakan. Tapi, dasar nafsu malas saya. "Ah, kemarin kan, baru disiram. Biar besok pagi saja disiram lagi,  bisa kok". Akhirnya, batinku membenarkan rayuan gombal dari nafsuku. 

Pagi itu saya tengok. "Kasihan, bayi tomatku, sudah tidak bernyawa". Pikirku dalam diam. Mungkin saya akan mendapatkan azab akibat perbuatan ku. Kenapa bisa? Bisa. Coba tengok sabda Rasulullah saw, tentang seorang wanita ahli ibadah di zaman Bani Israel. Ia sehari-hari tergolong kuat beribadah. Bayangkan, ia seharian berpuasa dan pada malam harinya disibukkan dengan qiyamul lail, sholat malam. Sudah seharian puasa, malampun tidak tidur akibat lamanya beribadah. Apakah ia masuk syurga...? Nabi Saw, sampaikan "tidak". Bahkan ia menjadi penghuni neraka. Why? Karena demi menjaga kekhusyu'an ibadah, seekor kucing telah ia letakkan di dalam kurungan. Sudah beberapa hari kucing itu ia biarkan tanpa diberi makan. akhirnya,  kucing tersebut berakhir dengan  kematian. 

Saya jadi khawatir dengan nasib saya di akhirat. Mengingat kisah dari wanita yang disebutkan dalam Shohih Bukhari di atas. "Huuup..., heh.....". Saya mencoba menstabilkan pikiran saya dengan menghirup udara segar masuk ke otak dan menghembuskannya. "Astagfirullah al-adzim". Saya beristigfar menyesali perbuatan saya kemarin. Saya berjanji untuk tidak menyia-nyiakan sisa tanaman yang lain. 

Wahai sahabatku, perhatikanlah apa yang menjadi tanggung jawab mu. Seekor kucing tadi, kalau mati kelaparan di hutan. Maka, tidak ada yang berdosa karena di hutan. Bukan suatu unsur kesengajaan. Apalagi kesengajaan itu berada di bawah kontrol dan kemampuan kita. 

Wahai saudaraku yang budiman. Bukankah, dulu ada seorang wanita pelacur yang divonis masuk syurga oleh Nabi saw karena hanya memberikan minum kepada seekor anjing yang hampir mati kehausan. Yang diberi minum adalah seekor anjing. Dalam agama kita, Islam. Anjing adalah hewan yang najis pada sebagian tubuhnya. Bukan najis sedang seperti hewan lain. Tapi, najis besar. 

Wanita itu hanya memberikan seteguk air melalui sepatu yang ia miliki karena sumur itu tidak memiliki timba. Sumur pada zaman itu ada tangga untuk bisa masuk ke dalam agar bisa minum. Anjing itu hanya melongo di atas permukaan sumur yang dalam. Ketika sang wanita hendak keluar dari sumur. Wajahnya yang ayu, telah bertemu muka dengan seekor hewan najis tersebut. Ia bukan jengkel dan mengusir anjing itu. Tapi, ia kembali masuk ke dalam sumur untuk mengambil air. 

Bagaimana caranya. ia letakkan air di sepatunya. Setelah sepatunya dirasa telah penuh. Sepatu itu digigitnya. Bayangkan, dua tangan digunakan untuk memanjat tangga sumur. Sambil nafas masih tersengal-sengal ia menggigit sepatunya dengan kuat. Agar tidak tumpah. Luar biasa tenaga terkuras hebat. Giginya menerkam sepatu, nafasnya diatur, konsentrasi dijaga. Supaya, air atau sepatu tidak miring. Nanti pasti airnya akan tumpah. Pekerjaannya jadi sia-sia belaka. 

Dalam hatinya ia iba melihat keadaan anjing yang sangat kehausan. Ia mengingat bahwa bagaimana susah payahnya dirinya di tengah padang tandus itu. Ketika diusir dari kampungnya karena telah melakukan zina. Hukuman zina pada saat itu, selain disuruh bertaubat. Konsekuensinya, ia harus diasingkan selama satu tahun di luar negerinya. 

Air itu diberikan. Anjing meminumnya dengan begitu lahap. Setelah dahaga anjing itu sirna. Mereka berpisah. Masing-masing mencari jalan hidup sendiri-sendiri. Tergambar begitu ikhlas dan penyayang. Allah yang begitu Maha Kasih telah memutuskan untuk menerima amalan yang kelihatan sepele dibandingkan dengan ibadah wanita pertama tadi. Demikianlah Allah swt, menerima amalan yang murni ikhlas dan rasa belas kasih yang dalam kepada sesama. Bahkan, rasa cinta dan kasih harus diberikan kepada semua ciptaan-Nya. 

Nabi Muhammad saw, yang terkasih telah menyebutkan di dalam hadits. 

اِرْحَمْ مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكَ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Sayangilah makhluk yang ada dibumi, niscaya yang ada dilangit akan menyayangimu”. (Hadits Shahih, Riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Lihat Shahiihul jaami’ no. 896).
Islam sangat menganjurkan agar nilai-nilai kasih sayang tidak luntur dalam kondisi apapun. Satu ketika, datanglah seorang Arab Baduy menjumpai Sayyidina Ali ra. ia sangat heran melihat perilaku seorang presiden muslim seluruh dunia saat itu. Saat itu diistilahkan dengan khalifah. Yang mengherankan bagi si baduy adalah begitu gagahnya sang khalifah di medan laga. Disegani baik kawan maupun lawan. Tapi, ketika berada di dalam rumahnya bersama dengan anak-anaknya ia menjadi kuda-kudaan bagi kedua putranya, Hasan dan Husain r.huma. Bahkan begitu mesra ia mencium kedua putranya. 

Lantas sang baduy berceloteh, "Adapun saya memiliki 11 orang anak, tapi tidak ada satupun yang pernah saya cium putra-putrku sebagai mana yang saya lihat sekarang". Kata Sayyidina Ali ra. Mengutip sabda Rasulullah saw. "Manlaa yarhamu walaa yurhamu". Barangsiapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi. Sebenarnya, bukan hanya disayangi makhluk tapi disayangi oleh yang menciptakan seluruh makhluk, Allah swt. 

Kita perhatikan pula ketika terjadi berkecamuk perang. Apa nasehat Baginda Rasulullah saw, "Jangan menebang pohon, membunuh anak-anak, membunuh wanita, orang tua renta dan jangan membunuh hewan ternak". Betapa indah kasih sayang dalam islam sehingga walaupun dalam keadaan perang sedang berkecamuk masih memperhatikan adab dan kasih sayang. Inilah alasan mengapa Islam diterima dengan mudah pada zaman itu. Bukan seperti yang diceritakan oleh para pembenci Islam. 

Lihatlah, bagaimana Islam masuk di Indonesia, tanpa perang. Di Negeri India 7 abad Islam pernah berkuasa di sana, tapi dunia menyaksikan di sana mayoritas adalah Hindu. Karena memang Islam dihadirkan bukan untuk menumpahkan darah. Tapi, demi menciptakan stabilitas sosial di seluruh dunia. Jangankan skala dunia, skala mikro dalam kehidupan saja seperti bagaimana mengurus hewan peliharaan, merawat tanaman. Membuat lubang pada pot dengan 2 lubang minimal agar ada sirkulasi udara pada akar. Ini bukan hanya berkaitan erat dengan sekedar tumbuh kembang tanaman. Tapi, lebih daripada itu, untuk mengamalkan perintah Ilahiah dalam ajaran yang suci, Islam. 

Kalau mau mengetahui islam. Janganlah melirik pada kelompok minoritas ekstrimis yang mencari makan dengan proyek kekerasan mereka. Kita tidak tahu. Apakah ada kerja sama antara keamanan dan perusuh. Sehingga, proyek keamanan bertambah terus budgetnya setiap tahun. Wallahu alam. Kita tidak tahu. Yang jelas, kita adalah pribadi yang dihadirkan untuk menciptakan perdamaian dengan mengamalkan nilai-nilai luhur keislaman itu.

Terimakasih, semoga bermanfaat.

==========
Wanggudu, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara
Jumat, 20 Juli 2018
Pukul: 23:42, ditengah kesunyian malam.

===========
Bahan Bacaan:
Al-Kandahlawi, Zakariyah. 2004. Kitab Fadhilah Sedekah. Bandung. Pustaka Ramadhan

Al-Kandahlawi, Yusuf. 2015. Kitab Hayatu Sahabah, Perikehidupan Para Sahabat Ra. Bandung. Pustaka Ramadhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar